
Aku menghambur masuk ke kamarku dengan berurai air mata. Kubanting pintu dibelakangku, tak kuhiraukan seruan ibuku yang menanyakan keadaanku. Hatiku terasa begitu sakit, sebuah luka tertoreh dalam hingga tak mungkin untuk dijahit kembali. Aku bergelung dalam selimutku dan terus menangis, meratap menghadap tembok. Aku tidak ingin berkata apapun, aku tak ingin berbicara dengan siapapun. Mulutku kelu dan hatiku tak sanggup merangkai kata untuk mengutarakan sakitnya. Aku terpuruk.
Dalam kekecewaanku, aku berseru pada Tuhan. Katanya Dia...