Kamis, 07 Juni 2012

[Short Story] Insomnia

Taken from google.com
Segaris cahaya perak bulan lolos dari tirai pekat menyinari matanya. Nanar, tak dapat terlelap. Malam selalu menjadi musuhnya dan kantuk tak pernah singgah dalam pikirannya. Dalam kegelapan, detak jam dinding terdengar berdentam keras membuat pikiran semakin terjaga....

Dia menyerah.

Pria itu bangkit dan duduk di atas tempat tidurnya.Mendesah sambil mengusap wajahnya, berharap akan kelegaan palsu. Detik demi detik berlalu dalam kesunyian dan dia tetap terpaku, menanti yang tak jelas. Hatinya semakin gelisah membuatnya bangkit dari tempat tidurnya dan membuka tirai jendela, membiarkan cahaya perak menjarah kegelapan di kamarnya. Dari sana, ia melihat kota metropolitan dari ketinggian sementara bulan bulat sempurna menggantung rendah di langit. Cahaya bintang meredup di tengah hingar bingar kerlip lampu artifisial. Dia melihat kebawah, jalan raya masih ramai, ada orang-orang yang juga mengalami hal yang sama, tidak dapat terlelap.

Dia memukulkan tangannya ke kaca jendela dengan pelan berusaha menahan gejolak dalam dada. Seharusnya dia tidak berada di sini sekarang, di kamarnya. Tempatnya di luar sana, di pesta kaum jetset atau di tengah musik berdentum keras, mengambil apapun yang bisa dia nikmati dari dunia, mengusir bayangan kelam dari benaknya. Pria itu berbalik dan menyandarkan tubuhnya pada kaca jendela, menghela napas. Matanya memandang pintu kamar diseberang ruangan.

Tiba-tiba, dia mendengar langkah kaki mendekat, ringan dan familiar. Dia dapat membayangkan dengan jelas siapa yang sedang berjalan ke kamarnya bahkan bau parfum orang itu dapat ia cium dengan hidungnya. Seluruh otot dalam tubuhnya langsung menegang. Tangannya terkepal sementara langkah itu terdengar semakin dekat. Napasnya tercekat dan keringat mulai mengalir keluar dari pembuluh kulitnya. Langkah itu berhenti tepat di depan pintunya. Dia menelan ludah dan udara terpacu keluar masuk paru-parunya dengan cepat. Orang itu, sebentar lagi akan masuk....

"Tidak ada yang perlu ditakutkan...." Dia berkata pada dirinya sendiri, suaranya terdengar lemah dan bergetar. "Aku sekarang jauh lebih kuat dari pada dia...."

Waktu berjalan dengan begitu lambat. Telapak tangannya basah dengan keringat membuatnya semakin gelisah. Dia melihat keadaan di sekitarnya, pasti ada yang bisa dijadikan senjata, tapi pikirannya buntu dan badannya menolak bekerja sama.

Terdengar suara pintu dibuka. Dia langsung memandang ke arah pintu. Dilihatnya pintu itu terbuka semakin lebar, dia dapat melihat sepasang tangan keriput dengan kuku panjang berkuteks merah berusaha meraihnya. Dia terlonjak dan semakin merapatkan dirinya ke jendela kaca, perlahan dia semakin melihat sosok dihadapannya dengan jelas. Gelang emas, gaun sutra.... Jantungnya berlomba dalam rongga dada, matanya terbelalak takut. Orang itu datang lagi kepadanya dan merusak hidupnya....

Lagi....

....


Dia terlonjak bangun dari tempat tidurnya dan langsung terduduk. Napasnya memburu dan keringat dingin membasahi seprai putih di bawahnya. Dilihatnya pintu kamar yang masih terkunci rapat. Tidak ada siapapun di sana. Kamar itu gelap, hanya segaris cahaya perak bulan lolos dari tirai jendela. Mimpi. Napas terhembus dengan lega. Dia mengusap wajah penuh keringat dengan tangan. Kesunyian kembali menyergapnya.

Dia terdiam. Perlahan napasnya kembali normal tapi hatinya tidak. Sudah lebih dari sepuluh tahun tapi orang itu tidak pernah melepaskannya, tidak semalampun. Tiba-tiba dia kembali merasakan tangan-tangan yang merabai tubuhnya, membuatnya jijik terhadap dirinya, orang itu atau wanita siapapun. Hatinya meringis dan terasa begitu sakit. Dia menekuk lututnya dan membenamkan wajah diantara kedua kakinya, menangis. Terisak bagai anak kecil yang terluka. Dia masih sama lemahnya dengan waktu itu, dia tidak sanggup menghadapi bayang-bayang masa lalunya, dia tidak sanggup menghadapi orang itu....

....

Terdengar bunyi getar teredam. Telepon genggam di atas meja kecil samping tempat tidur menyala, dia tidak ingin peduli tapi pilihan itu jauh lebih baik daripada terpuruk sendirian di kamar. Dengan enggan dia meraih smart phonenya, melihat layar dan membaca sebuah nama yang tertera di sana. Sebuah nama yang membuat kelegaan mengalir pelan dalam hati. Dia menekan tombol berwarna hijau dan berbicara....

"Ya disini Chelios...."

_____________________________________________

Third Series of Story About Her and The Card


Here is the Cast
Robert - Rheona - Arthur - Harold - Chris - Chelios - Derick - Terra - Hardy - Judith

Third Series of S.U.R.F :D mencoba mengambil sudut pandang karakter lain :) Hope you like it :D any guess siapa yang menelpon diakhir cerita? ;) untuk foto di atas, kurag sreg, karena di san keliatan udah pagi, sebenarnya mau gambar sendiri tapi ga sempat x_x maap...

Akhir-akhir ini banyak pikiran =.= yah belajar untuk bisa menyerahkan kepada Tuhan hal-hal yang tidak perlu dipikirkan, toh tugas utama kita adalah menyembah Tuhan dan menyenangkan Dia bukan berkeliling memikirkan masalah :D

Have a blessed day! Gbu~

0 comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

© Everything But Ordinary, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena