Sabtu, 28 April 2012

[Short Story] A Story about Her

"Terra!!!!" Seru Arthur terkejut sekaligus panik. Dokter muda itu langsung berlari menuju ke arah tempat tidur Terra.

Dilihatnya gadis itu berusaha bangun dan melepas semua selang yang menempel di tubuhnya. Wajahnya yang pucat dan kurus tampak begitu kepayahan namun sekaligus menunjukkan keteguhan yang tak tergoyahkan.

"Biarkan aku pergi, Arthur...." Desah Terra pelan dari balik masker oksigen dengan sisa-sisa napasnya, tangan gemetarnya masih berusaha melepaskan selang infus yang tertancap di tangannya. "Mereka membutuhkan aku...."

"Tenangkan dirimu Terra. Robert bersama dengan mereka." Ucap Arthur sambil menahan tangan gadis itu mencabut lebih banyak selang.

"Oh...untunglah...." Mendengar itu Terra sedikit lega, dia kembali membaringkan tubuhnya, mengendorkan tangannya yang memegang selang dan membiarkan Arthur melakukan pekerjaannya. "Apa kau tahu...bagaimana...perkembangan kasusnya?" Tanyanya terengah.

"Tidak terlalu banyak." Jawab Arthur menghembuskan napas, sambil menusukkan beberapa selang kembali ke tangan Terra membuat gadis itu meringis menahan sakit. "Tidak ada petunjuk baru. Pelaku menolak berbicara sejak tertangkap dua hari lalu. Saat ini Robert dan Chelios sedang berusaha mengintrogasinya. Selama dia bungkam, tidak akan ada titik terang untuk menyingkap siapa yang menyuruhnya melakukan hal itu."

Terra terdiam membuat Arthur memandangnya dengan perasaan waspada. Dilihatnya alis Terra bertaut menandakan pikirannya sedang bergejolak keras. Arthur hanya memohon semoga tidak ada lagi hal-hal membahayakan yang dipikirkan olehnya. Sudah cukup dia melihat Terra bertindak dengan tidak memikirkan dampak kepada tubuhnya yang semakin rapuh. Arthur menghela napas sebelum dia mengambil jarum suntik dan ampul berisi obat yang harus dialirkan ke darah Terra setiap beberapa jam.

"Arthur...." Panggil Terra nyaris membuat Arthur terlonjak. Dia pasti akan meminta sesuatu. "Ambilkan...google ku. Aku...perlu...berbicara...dengan Chris."

Dugaan dokter itu benar. Dengan enggan Arthur menyeret kacamata hitam yang juga berfungsi sebagai alat komunikasi dari meja ke tangan Terra. Dia berusaha mengangkat dan memakainya namun tangannya yang bergetar hebat membuat kacamata hitam itu terjatuh. Dicobanya sekali lagi membuat Arthur merasa iba dan membantunya

"Chris...." Ucap Terra pelan. "Ini aku...."

Dilihatnya gadis itu bernapas dengan berat sambil menunggu lawannya berbicara. Tak lama kemudian Terra mengucapkan beberapa kata lagi. Arthur tidak tertarik mencuri dengar. Pasti berhubungan dengan kasus yang mereka tangani. Arthur lebih membutuhkan konsentrasinya untuk mencari nadi yang tepat di tangan Terra. Dia menemukannya dan menyuntikkan cairan berwarna bening itu, berharap keadaan gadis itu membaik. Arthur menghela napas, membiarkan udara dingin berbau kimia mengisi paru-parunya lalu dia memandang Terra. Gadis itu terbaring dengan napas yang terputus-putus. Keringat membasahi keningnya walau saat itu pendingin udara bekerja dengan baik. Dia meminta Chris menyampaikan pesannya pada Robert sebelum ia mengakhiri percakapan. Dia bahkan tidak memiliki tenaga untuk melepas googlenya. Dadanya naik turun berusaha mengambil udara sebanyak mungkin dari masker oksigen yang terpasang di mulut dan hidungnya. Tubuhnya bekerja keras untuk memulihkan tenaga untuk menopang nyawa gadis muda itu.

Arthur terdiam.

Perasaan berkecamuk dalam benaknya. Sedih, tak berdaya membiarkan Terra seperti itu. Marah entah pada siapa. Pada Terra yang terus menerus memaksa tubuhnya. Pada dirinya yang ikut andil membuat Terra sangat tergantung pada obat-obatan. Pada Robert yang sama sekali tidak melakukan apapun untuk anak gadisnya. Pada keadaan yang membuatnya merasa terperangkap dalam jaring yang tak pernah lepas. Arthur mengeraskan kepalan tangannya. Berusaha menyimpan semua emosi itu dalam benaknya.

Dia menggerakkan tangannya dan melepas google Terra. Segera, dia melihat mata yang berwarna biru keabu-abuan yang cekung. Mata yang dulu pernah berbinar itu kini meredup namun Arthur masih melihat mata itu tetap awas.

"Thanks...." Ucap Terra yang langsung dibalas anggukkan singkat oleh Arthur.

Perlahan, napas Terra mulai stabil. Gadis itu mendapatkan kekuatannya kembali. Beberapa kali matanya berkedip pelan menunjukkan tubuhnya tak lagi memberontak padanya. Baru saat itu Arthur mengutarakan apa yang ada dalam benaknya.

"Terra...." Panggilnya membuat gadis itu menoleh padanya dengan pelan. "Tidak bisakah kamu berhenti dari kepolisian? Kau tahu," Arthur langsung menyambar sebelum Terra menjawab pertanyaannya, "jika kamu memaksa seperti ini terus.... Jika kamu seperti ini terus...." Arthur memotong kata-katanya karena dia selalu menghindari fakta ini. "Jika seperti ini terus...tubuhmu tidak akan bertahan untuk tiga tahun kedepan...."

Arthur terdiam. Terra memandangnya, menunggunya kembali berbicara, tapi tetap sunyi. Arthur menunduk, tidak berani menatap Terra. Kenyataan itu selalu ia hindari dan selamanya dia berharap hal itu tidak pernah terjadi. Seperti apapun dia berusaha menerima fakta itu, dia tidak pernah bisa. Membayangkan suatu hari, Terra tidur tanpa membuka matanya kembali adalah sebuah hal yang paling tidak ingin ia alamai.

"Aku tahu.... Jawabanku tetap sama, Arthur." Ucap Terra pelan dengan ketenangan yang tidak masuk akal. "Kau sudah pernah mengatakannya. Kau juga pernah berkata bahwa bahkan jika aku tidak melakukan apapun umurku tidak akan pernah mencapai 30 tahun." Terra tersenyum damai. "Aku tahu waktuku tak banyak...."

Arthur kembali terdiam, menunggu.

"Aku tahu apa yang aku lakukan, Arthur...." Terra mengambil sebuah napas panjang. "Aku hanya memilih untuk setiap waktuku tidak aku sia-siakan.... Sehingga, saat aku menutup mata nanti tidak ada hal yang aku sesali karena tidak kulakukan.... Bahkan jika aku tidak akan pernah membuka mataku setelah ini..." Terra menutup matanya, "aku tahu aku sudah melakukan yang terbaik yang menjadi bagianku. Lima tahun atau tiga tahun, berapapun waktu yang Tuhan berikan padaku, aku tahu aku akan terus melakukan bagianku...."

Arthur melihat Terra tertidur. Pengaruh obatnya mulai bekerja. Dadanya naik turun dengan teratur, memberikan istirahat sementara bagi gadis itu dari kesakitannya. Kesunyian turun dalam ruangan serba putih itu, membiarkan pria itu termenung. Jika Terra memiliki tujuan yang membuatnya terjaga walaupun keadaan tubuhnya berkata sebaliknya, Arthur bertanya pada dirinya sendiri, apa yang membuatnya terus terjaga dan menjalani hari-harinya?


End

______________________________________________

Lanjutan dari [Short Story] The Card


Here is the Cast
Robert - Rheona - Arthur - Harold - Chris - Chelios - Derick - Terra - Hardy - Judith

Another story about Terra and her team :D hehehe~ hope you enjoy it :D Akhir-akhir ini aku banyak mendapat tentang tujuan hidup, a Higher Calling, panggilan yang lebih tinggi dalam hidup kita. Dimana kamu dan kemana kamu akan pergi. Apalagi aku baru saja selesai dari acara Mission Day :D so amazing! Wait for the report ;) heheheh~ Tolong dikomentari ya :D thank you for reading :D Gbu~

0 comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

© Everything But Ordinary, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena