Pages - Menu

Kamis, 11 Oktober 2012

[Short Story] The Dream

"Daddy!!!"

Aku berseru memanggil ayahku.

Panas. Sesak....

"Daddy!!!"

Seruku sekali lagi sebelum aku terbatuk kencang. Tenggorokanku gatal dan aku sulit bernapas. Aku menarik napas dengan dalam, aku harus memanggil ayah sekali lagi.

"DADDY!!!!"

Seruku lebih keras, kali ini aku sambil meringkuk di sudut tempat tidur, menghindari api yang mengelilingiku. Biasanya Daddy selalu lari menghampiriku kapanpun aku berteriak memanggilnya tapi kali ini tidak ada langkah kaki yang kukenal, hanya suara dari kayu yang terbakar. Aku menjerit sambil terlonjak turun ketika lemari bonekaku ambruk. Air mata membasahi pipiku, aku menangis sesegukkan.

"Daddy.... Mommy...."

Ucapku lirih sambil memeluk Mr. Teddy di bawah tempat tidur. Mr. Teddy adalah hadiah dari Daddy ketika aku berulang tahun yang keenam. Bulu coklatnya sedikit menghitam terkena asap. Aku mengusapnya pelan sebelum kupeluk lagi. Aku kepanasan dan takut, api-api ini sepertinya dapat membakarku kapan saja. Aku teringat sewaktu ayah lupa mengangkat daging dari panggangan, daging itu hitam dan rapuh.... Aku takut, aku akan menjadi seperti daging itu. Tangisku makin kencang.

"Daddy! Mommy!!!"

Terdengar suara keras, seperti orang menembak peluru di televisi. Aku langsung tersentak. Aku teringat Daddy dan Mommy yang tidur di kamar sebelah. Apa mereka baik-baik saja?

Kupeluk Mr. Teddy dengan erat. Aku berdiri perlahan, kuhirup napas dan aku terbatuk dengan keras. Aku kembali menunduk, mengambil napas panjang dan menahannya. Dengan tertatih aku berjalan menuju pintu di seberang ruangan yang langsung berhubungan dengan kamar Daddy dan Mommy. Aku takut, aku dapat mendengar suara kayu terbakar, tapi aku terus berjalan. Mataku perih, aku mendekap Mr. Teddy lebih erat dan menyembunyikan wajahku di baliknya. Dengan meraba-raba aku dapat menggapai gagang pintu, kubuka....

"Daddy...Mommy...."

Aku membuka mataku perlahan, aku melihat Daddy dan Mommy tertidur di lantai. Mata mereka tertutup dan sebuah cairan berwarna merah tua mengalir dari dahi mereka. Mereka tidak bergerak, membuatku berlari menghampiri mereka.

"Daddy! Daddy!" Seruku mengguncang tubuh Daddy dengan tangan kanan. Tangan kiriku memeluk Mr. Teddy dengan erat.

Daddy tidak bangun seperti biasanya. Rasa takut kembali datang. Bagaimana kalau Daddy tidak akan pernah bangun?

"Daddy!!!" Seruku lebih kencang sambil menarik-narik piyamanya. Daddy selalu bangun kalau aku melakukannya di pagi hari.

Daddy tetap tertidur. Aku semakin takut. Aku menoleh ke arah Mommy dan merangkak ke arahnya. Mommy pasti bisa membangunkan Daddy.

"Mommy! Mommy!" Panggilku mengguncang tangan kanannya. "Mommy bangun!"

Mommy tetap tertidur. Aku mencengkram Mr. Teddy dengan erat. Aku teringat ucapan Daddy tentang saudaranya yang juga tertidur. Daddy bilang dia tidak akan membuka mata lagi dan pergi ke tempat yang sangat jauh. Bagaimana kalau Daddy dan Mommy mengalami hal yang sama? Aku sangat takut. Aku menggoncang tubuh Mommy dengan lebih keras dan memanggilnya. Aku harus bisa membuat Mommy terbangun!

Aku menggoncang tubuh Mommy dengan putus asa. Air mata mengalir deras tanpa bisa aku tahan, aku tak tahu, aku hanya merasa bahwa Mommy dan Daddy tidak akan kembali lagi.

Tiba-tiba aku merasa ada orang lain berada di belakangku. Aku menoleh dengan cepat, Daddy pasti sudah bangun! Tapi ketika aku menoleh, aku melihat seorang paman yang tidak kukenal, aku hanya tahu, dia bukan orang baik. Dia berjalan mendekatiku, tangannya memegang sebuah benda yang kulihat di televisi, sebuah benda yang menimbulkan suara keras. Aku beringsut mundur. Dia maju selangkah lagi dan tangannya yang memegang benda besi itu terulur ke arahku....

"KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!"

*

Chris membuka matanya dengan cepat. Dia melihat langit-langit kelabu di atasnya. Dia mendengar nyanyian sumbang Hardy dan merasa denyutan tidak nyaman dari mata kirinya. Chris langsung tahu dia berada di ruangannya. Dia mengangkat kepalanya dan melihat lima monitor komputer menampilkan hasil perlacakan. Dia langsung menghembuskan napas, lagi-lagi dia tertidur di kursi kerjanya. Chris mengacak rambutnya untuk membuat kesadarannya kembali utuh. Pasti gara-gara dia tidak tidur selama berhari-hari demi memecahkan kode sekuriti yang diminta Robert.

"Hah...."

Chris menghembuskan napas lagi. Mimpi yang aneh. Rumah terbakar, seorang anak kecil dan sepasang mayat. Ini sudah ketiga kalinya dia memimpikan hal itu, selalu sama tapi dia tidak pernah mengerti apa maksudnya.

"Oh, sudah bangun rupanya...." Sapa Hardy masuk sambil menyerigai lebar.

"Tidak." Jawab Chris singkat, datar dengan nada finalitas sambil mengetik keyboardnya, tidak mengacuhkan Hardy.

"Hei, aku belum berkata apapun!" Protes Hardy, dia mengeluarkan sebuah Revolver tapi Chris tidak mau ambil resiko menjadi kelinci percobaannya.

"Jangan membosankan seperti itu." Lanjut Hardy sambil mendekati Chris berusaha membujuk pria itu untuk menemaninya mencoba penemuan terbarunya.

"Jangan ganggu aku." Balas Chris tajam tapi tiba-tiba mata kirinya berdenyut, sakit sekali.

"Ugh!" Serunya rambil memegangi wajahnya. kepalanya terasa pening dengan sangat, seperti seseorang sedang  menarik-narik seluruh syarat kepalanya. Bayangan-bayangan rumah terbakar dan mayat kembali menari. Tanpa tahu mengapa, hatinya terasa sakit sekali, rasa sedih menghujam dadanya tanpa ampun.

"Hei, kamu baik-baik saja?" Tanya Hardy santai sambil memainkan Revolver ditangannya. "Kurasa itu karena efek samping pemasangan nano komputer di mata kirimu. Get used to it."

" Lalu bagaimana dengan mimpi? Kamu tidak mengatakan apapun tentang itu sebelum operasi." Balas Chris dengan tajam. Rasa sakit di mata kirinya mereda, tapi napasnya masih memburu.

"Oh." Hardy tampak terkejut. "Kamu melihatnya? Well, aku sudah memperhitungkan kemungkinan itu tapi tak kusangka kamu akan benar-benar mengalaminya."

Chris hanya menatap Hardy dengan kesal, seandainya mata kirinya tidak berdenyut sakit, dia pasti sudah melemparkan sesuatu ke arah Hardy. Bisa-bisanya dia setenang itu sementara Chris harus menanggung akibat dari ulahnya.

"Itu dari pemakai nano komputer yang satunya, bisa memori, mimpi atau khayalan. Well, aku tidak selalu bisa mengatur apa saja yang lewat di jaringan." Lanjut Hardy santai sambil berjalan meninggalkan ruangan. "Tenang saja. Aku akan melakukan sesuatu dengan itu."

Baru saja Chris hendak membalas kata-kata Hardy, mata kirinya yang berwarna emas kembali sakit dan bayangan-bayangan dari mimpi itu kembali datang, tangisan seorang gadis kecil bergema dalam pikirannya, suara tembakan, dan rasa sakit yang menjalar, kesedihan menggerogotinya. Dia dapat merasakan semua kehilangan yang dialami anak itu. Chris mengambil napas dengan cepat, ini pasti bukan khayalan, ini adalah ingatan. Baginya, ini hanyalah mimpi, tapi bagi orang itu...ini adalah kenyataan...dan Chris tahu siapa dia....

Sekelebat bayangan kembali hadir dalam benak Chris, perasaan sedih dan kehilangan kembali menggelayut, hanya saja kali ini terasa begitu dekat, Chris tahu, saat ini, sang pemilik ingatan itu merasakan hal yang sama....

Dan sebutir air mata mengalir turun dari mata artifisialnya....

_______________________________________________


Here is the Cast
Robert - Rheona - Arthur - Harold - Chris - Chelios - Derick - Terra - Hardy - Judith

Another Shot from S.U.R.F Kali ini kita menyorot Chris J. Otero, the hacker dan masa lalu dari salah satu karakter yg ada di atas :) yang mengikuti dari awal pasti bisa menebak karakter itu heheheh~

Aku berpikir untuk menulis cerita ini dari awal, jadi mungkin selanjutnya S.U.R.F tidak lagi berupa penggalan-penggalan cerita tapi bisa diikuti secara kronologis dan dibagi per chapter. But well, aku masih belum punya waktu untuk buat draft lengkapnya orz, semoga bisa diselesaikan dalam waktu dekat hahahaha~ Sementara ini please enjoy this story's fragment :) Have a blessed day! Gbu~

S.U.R.F Series:

Photo Courtesy Allen City Limits

Tidak ada komentar:

Posting Komentar