Terdengar derap langkah puluhan kaki manusia. Teriakann demi teriakan membelah langit malam berbintang cerah.
"Cari mereka!!!" terdengar suara seorang pria. "Temukan mereka walau harus meratakan gunung ini!"
Perintah itu disambut dengan derap yang lebih kencang. Kerlip api bersaing dengan jumlah bintang di angkasa. Mereka benar-benar serius untuk menemukan apa yang mereka cari, membuat seisi hutan gelisah. Hewan-hewan malam meringkuk di sarang mereka, enggan keluar. Hutan yang rimbun itu, terjamah.
"Aku menemukan jejak mereka!" Sahut seorang yang lain.
Mereka segera berkerumun ke arah yang dimaksud. Seorang pemuda tampan membelah kerumunan. Tangan kirinya bercahaya, sebuah bola api melayang dari telapak tangannya. Matanya yang berwarna jingga memeriksa temuan anak buahnya. Terdapat jejak-jejak rumput terinjak kaki manusia. Dahinya berkerut tajam.
"Ayo!" Perintahnya, memberi aba-aba sementara dia berjalan memimpin di depan. "Mereka sudah dekat."
Kerumunan itu kembali bergerak dengan arah yang lebih pasti dan lebih cepat....
Jauh di depan, terdengar gemerisik dedaunan. Dua orang sosok manusia berlari melintasi malam. Yang pria berlari tergesa-gesa, disusul oleh seorang wanita berambut panjang yang berusaha mengikuti kecepatan sang pria, napasnya terengah dan satu kesalahan membuatnya terjerembab.
"Aisa!" Seru sang pria khawatir, dia langsung berhenti dan berbalik untuk menghampiri sang wanita.
Dengan kerlip api di tangan kirinya, dia perlahan mendekati sesosok wanita di hadapannya, seorang gadis yang sangat cantik, mata dan rambutnya berwarna biru laut, kulitnya yang pucat memantulkan cahaya bulan, membuatnya berpendar lembut ditengah malam, tampak tak nyata.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanyanya, mengulurkan tangan menyentuh bahu gadis itu.
"Aduh!" Aisa meringis, kulitnya yang pucat langsung berasap.
"Maaf." Seru si pemuda menyesal. "Ayo, kita harus kembali bergerak...."
"Haken, aku sudah tidak kuat...." Ucap Aisa lirih, napasnya terengah-engah. "Kaummu pasti akan menemukan kita.... Tinggalkan aku, Haken, jika saat ini kamu kembali kepada mereka, mereka pasti masih mau menerimamu."
Haken langsung menggeleng pelan, "Tidak, kita akan mencari cara agar kita bisa bersama, Aisa...."
Haken mengangkat tangannya, Aisa melakukan hal yang sama, ketika tangan mereka bersentuhan di udara, terdengar suara mendesis dan asap putih mengalir. Wajah mereka tampak menahan sakit namun mereka tetap bersentuhan.
"Kaum api dan kaum air tidak akan pernah bersatu, Haken...." Ucap Aisa lirih. "Ketika kita saling jatuh cinta, seluruh semesta menentangnya, tidak akan ada cara bagi kita bersatu...."
Aisa memandang wajah Haken, butiran air mata mengalir seperti kristal di pipinya, "Tidak di dunia ini...."
Hati Haken seakan teriris mendengar perkataan itu, "Kita pasti akan menemukan caranya, Aisa.... Kita pasti akan menemukannya...."
Aisa membalas tatapan Haken, sebuah harapan timbul dalam hatinya.
"Ayo, kita kembali jalan, kita tidak bisa membiarkan mereka menemukan kita...." Haken kembali berdiri, Aisa pun mengikutinya.
Tiba-tiba terdengar gemerisik dedaunan dari arah belakang. Haken langsung waspada, dia memperbesar bola api di tangan kirinya dan bergerak ke depan Aisa, melindunginya.
"Sssh...." Ucap Haken pada Aisa yang nyaris berteriak.
Gadis itu membungkam mulutnya sendiri, jantungnya berdegup kencang dan semakin tak terkendali ketika dia mendengar langkah kaki mendekat ke arah mereka. Haken kini benar-benar siaga. Api di tangan kirinya siap membakar siapapun yang akan keluar dari sana. Seandainya mereka harus tertangkap, dia akan memastikan memberi perlawanan, untuk dirinya...untuk Aisa....
Semak-semak itu bergeser, sesosok manusia muncul di hadapannya. Pemuda berambut pendek dengan mata berwarna jingga berdiri dengan gagah di hadapan mereka. Matanya menatap tajam ke arah mereka dengan dingin. Haken membalas tatapan itu dengan perasaan campur aduk....
"Kohen...." Ucap Haken lirih.
"Kakak...." Balas Kohen. "Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di situasi seperti ini...."
Terdengar derap langkah puluhan manusia menyusul di belakang Kohen. Hati Haken langsung menciut, mereka sudah terkepung. Tidak ada jalan lain untuk melarikan diri. Haken memandangi Aisa seakan-akan untuk yang terakhir kalinya. Dia tahu apa yang akan terjadi jika mereka tertangkap, mereka akan dieksekusi karena sudah berani menentang hukum alam.... Aisa membalas tatapan Haken, gadis itu justru terlihat sangat tegar disaat-saat genting seperti ini. Tidak ada satupun bayangan penyesalan di matanya yang jernih. Hakenpun merasakan hal yang sama, dia sama sekali tidak menyesal bertemu dan mencintai Aisa walaupun kisah mereka akan berakhir tragis....
"Mengapa kakak rela membuang semua yang kakak punya untuk mencari cara bersatu dengan gadis dari Kaum Air...." Ucap Kohen
Haken tersenyum getir, "Kamu tidak paham hal itu, Kohen."
"Aku paham...." Kohen mengeluarkan sebuah kristal dan melemparkannya ke tanah.
Tiba-tiba muncul sebuah portal dihadapan mereka. Haken dan Aisa terkejut bukan main.
"Jika kalian tidak dapat bersatu di dunia ini, pergilah ke dunia lain, ke dunia yang tidak menentang kalian...."
Haken memandang Kohen dengan tatapan tidak percaya, "Kamu...menemukan caranya...."
"Cepat, portal ini tidak terbuka selamanya."
Haken mengangguk, dia memandang Aisa lalu menggenggam tangan gadis itu, tidak peduli rasa sakit yang menghujam telapak tangannya dan melompat ke arah portal. Hal terakhir yang dia lihat adalah wajah Kohen yang memudar, sekali lagi, adiknya itu memang selalu dapat diandalkan ketika dia terjebak masalah....
"Yanng Mulia Kohen, apa yang anda lakukan?!" Seru salah seorang pengikutnya. "Anda telah melarikan buronan!"
"Anda harus ditangkap karena sudah membantu pengkhianat!" Seru yang lain.
Kohen tidak menjawab dan tetap diam bahkan ketika lebih banyak seruan ketidakpuasan bergema di hutan. Dia tetap tidak bergerak ketika salah seorang prajuritnya mengikatkan tali di tangannya. Wajahnya tetap tenang walau dia akan menghadapi eksekusi yang harusnya diterima oleh kakaknya....
*
"Aisa!" Seru Haken begitu merasakan tanah, menoleh dan mendapati tangannya masih menggenggam tangan gadis itu...tidak ada bunyi mendesis, tidak ada uap...tidak ada rasa sakit....
Hati Haken melonjak gembira. Disini, di dunia asing ini...mereka dapat bersatu....
Haken dan Aisa bertukar pandang dengan takjub...namun sebelum mereka dapat menikmati kebersamaan mereka, Haken melihat sekelilingnya dan dia tidak lagi melihat langit penuh bintang, dihadapannya adalah langit kelabu. Pepohonan dihadapannya telah berganti menjadi balok-balok batu yang menjulang lebih tinggi dari pohon tertinggi manapun. Tidak ada lagi tanah lembut, namun beton. Dia tidak mengenali dunia ini....
END
________________________________________________
Tidak, kalian tidak salah baca, cerita ini memang sudah tamat hueheheheh~ dan aku tidak berminat untuk buat kelanjutannya. Tapi, mungkin, mungkin loh ya, aku akan membuat novel dari cerita ini heheheh~ Sangat menyenangkan kalau aku diizinkan untuk mengembangkan cerita ini :D Hanya ingin menuangkan ide yang menari-nari dikepalaku supaya ga lupa. Sangat terinspirasi dari Aerialnya Sitta Karina, Hataraku Maou Sama (Anime Geje), Serial TV Once Upon A Time dan beberapa cerpen-cerpen lainnya.
Komentar sangat dibutuhkan hahahah~ Drop it. ;)
Hope you enjoy it ;)